Jumat, 04 November 2011

hidup ini kejam

gemuruh langit seolah runtuh
gemeretak tanah seolah retak
petir dan kilat silih berganti 
terasa kan melumat tubuh ini
  kembali ke jogjaQ digunyur hujan
  pertanda bencanakah ini ??
  ataukah alam mulai murka
hatiku kembali galau
seiring bumiku ini
ku tak tahu....duka cita apa
yang telah merengkuh jiwa
  kemana senyum yang menhiasi wajahQ...
  kemana kebahagiaan yang menemani usia mudaQ
apakah semua'ny dirampok !!!
ataukah aQ dihampiri kematian 
  tak adakah nasehat bijak
  yang dapat menenangkan jiwa ini
  tuhan aQ hanya ingin berkata........
AQ TERPURUK DAN TERSUNGKUR
DALAM HIDUP YANG TAK PASTI
kuingin pulang kekotakQ
membawa cerita ini
dan kuteriakan pada dunia....
inilah aQ yang telah terluka
namun....
ku tak tahu siapa yang salah
dan apa yang melukaiQ.......

pengen berkaya lagi




analisis sikap dan niat

JURNAL EKONOMI BISNIS, TH. 16, NO. 1, MARET 2011
44
Tidak ada jaminan bahwa kemajuan teknologi akan selalu diikuti dengan kesuksesan adopsi oleh konsumen, oleh kerena itu penerimaan dan niat untuk mengadopsi teknologi baru adalah aspek krusial dari pemasaran produk baru (Wang, et al., 2008). Dalam banyak kasus, kesuksesan penyebaran teknologi baru, sebagian ditentukan oleh besarnya pemakai potensial mampu mengadopsi teknologi tersebut (Wang, et al., 2008).
Pengadopsian produk dan jasa teknologikal sering dijelaskan dengan menggunakan model penerimaan teknologi (Nysveen, et al., 2005a).Selama beberapa tahun, model penerimaan teknologi telah mendapat dukungan empiris yang luas melalui validasi, aplikasi, dan replikasi untuk memperkuat prediksinya terhadap penggunaan sistem informasi (Lu, et al., 2003). Pada sisi lain, peneliti juga mengakui bahwa generalisasi dari model penerimaan teknologi telah gagal untuk menyediakan informasi yang lebih berarti mengenai opini pemakai tentang suatu sistem yang spesifik, sehingga dibutuhkan untuk menyertakan faktor tambahan atau mengintegrasikan dengan model penerimaan teknologi informasi (IT) yang lain untuk meningkatkan kejelasan dan kegunaannya (Lu,et al. 2003).
Model penerimaan teknologi merupakan adaptasi dari teori tindakan beralasan.Model penerimaan teknologi mempuyai dua konstruk utama, yaitu kegunaan yang dipersepsikan (perceived usefulness) dan kemudahan penggunaan yang dipersepsikan (perceived ease of use). Kegunaan yang dipersepsikan didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan seseorang bahwa menggunakan suatu sistem akan meningkatkan kinerja pekerjaannya, sedangkan kemudahan penggunaan yang dipersepsikan adalah tingkat kepercayaan seseorang bahwa menggunakan suatu sistem akan bebas dari usaha yang keras (Davis, et al., 1989).
Sebagian besar aplikasi model penerimaan teknologi ditemukan dalam setting organisasional, dan penerapan model penerimaan teknologi pada kehidupan sehari-hari akan lebih sesuai ketika memasukkan motif non-utilitarian (Nysveen, et al., 2005a). Motif non-utilitarian seperti keekspresifan (expressiveness) dan kesenangan (enjoyment) sering ditemukan dalam berbagai studi (Kwon dan Chidambaram, 2000; Shin, 2007; Nysveen, et al., 2005a,b).Keekspresifan yang dipersepsikan didefinisikan sebagai tingkat keyakinan pemakai suatu teknologi mempersepsikan teknologi tersebut sesuai untuk
Analisis Sikap dan Niat Menggunakan Mini Laptop:
Studi Pengembangan Model Penerimaan Teknologi
Handri Dian Wahyudi
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang
E-mail: handridw@gmail.com, Telp. (0341)9588834
Abstract: Consumers’ acceptance and intention to adopt the new technology are crucial aspects of new product marketing. There is no guarantee that technology advancements will translate into successful adoption. This research tests a model to explain consumers’ intention to use mini laptop. An extended adoption model based on the technology acceptance model is applied for pin-pointing the antecedents of intention to use mini laptop. The hypotheses are tested on data from a survey of 331 students. The results of this study show strong support for the effects of perceived expressiveness, perceived enjoyment, perceived usefulness, perceived ease of use, and subjective norm on consumers’ intention to use mini laptop. However, the effect of attitude toward use on intention to use mini laptop was insignificant.
Keywords: technology acceptance model, perceived expressiveness, perceived enjoyment, subjective norm
44
45
mengekspresikan emosi dan identitas personalnya (Nysveen, et al., 2005b). Sedangkan kesenangan yang dipersepsikan (perceived enjoyment) adalah tingkat keyakinan suatu kegiatan menggunakan komputer (teknologi) dipersepsikan menjadi sesuatu yang secara pribadi menyenangkan di luar dari nilai instrumental teknologinya (Davis, et al., 1992).Dabholkar dan Bagozzi (2002) juga menemukan bahwa keasyikan (fun) berpengaruh signifikan pada sikap, bahkan untuk jasa utilitarian. Berdasarkan hal tersebut, keekspresifan dan kesenangan dimasukkan sebagai anteseden dari niat untuk menggunakan.Studi yang dilakukan Kwon dan Chidambaram (2000) menyarankan bahwa model penerimaan teknologi seharusnya diperluas dan memasukkan variabel norma subyektif (subjective norm) ketika menjelaskan produk atau jasa teknologikal yang digunakan sehari-hari dalam lingkungan sosial.
Norma subyektif didefinisikan sebagai persepsi seseorang bahwa sebagian besar orang yang dianggap penting bagi dia berpikir bahwa dia seharusnya atau tidak seharusnya melakukan suatu perilaku yang ditanyakan (Fishbein dan Ajzen dalam Nysveen, et al., 2005a). Teori tindakan beralasan dari Ajzen dan Fishbein memasukkan konsep norma subyektif dan sering digunakan untuk menjelaskan perilaku di luar pengadopsian teknologi (Nysveen, et al., 2005a). Berasal dari teori tindakan beralasan, norma subyektif dapat dimasukkan dalam model penerimaan teknologi untuk menjelaskan niat menggunakan mini laptop dalam penelitian ini.Dari kajian literatur, maka model dalam penelitian ini adalah seperti dalam Gambar 1.
METODE
Desain penelitian ini merupakan confirmatory study yang bertujuan untuk menguji suatu hipotesis dengan waktu penelitian yang bersifat cross-sectional, ruang lingkup topik berupa penelitian statistik, dan lingkungan penelitiannya merupakan penelitian lapangan.Data untuk mengukur masing-masing variabel penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen kuesioner. Kuesioner penelitian berisi item-item pertanyaan yang menggambarkan variabel-variabel yang diteliti. Tekhnik analisis datanya menggunakan Structural Equation Mo-deling (SEM).
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa di Kota Malang yang belum pernah menggunakan mini laptop.Pemilihan mahasiswa sebagai populasi dilakukan karena mahasiswa merupakan salah satu pasar potensial bagi pemasaran mini laptop (Kompas, 16 Oktober 2008). Sampel dalam penelitian ini berjumlah sekitar 350 responden, yaitu mahasiswa yang belum pernah menggunakan mini laptop dari beberapa perguruan tinggi di Kota Malang. Jumlah tersebut telah
Gambar 1. Model Penelitian
Handri Dian Wahyudi, Analisis Sikap dan Niat Menggunakan Mini Laptop
Keekspresifan yang dipersepsikan Kesenangan yang dipersepsikan Kegunaan yang dipersepsikan Kemudahan penggunaan yang dipersepsikan Norma subyektif Niat untuk menggunakan H1 (+) H2 (+) H3b (+) H3a (+) H4c (+) H6 (+) H5 (+) H4a (+) H4b (+) Sikap terhadap penggunaan
JURNAL EKONOMI BISNIS, TH. 16, NO. 1, MARET 2011
46
memenuhi kecukupan sampel secara statistik. Hair, et al. (2006:11) menyarankan jumlah sampel yang baik untuk penelitian dengan metode analisis multivariat minimum sebesar 130. Sedangkan ukuran sampel untuk penelitian dengan structural equation modeling adalah 150–400 responden (Hair, et al., 2006:741).
Penelitian ini menggunakan desain pengambilan sampel secara non probabilistic, artinya probabilitas dari elemen populasi yang dipilih tidak diketahui (Cooper dan Schindler, 2006:407).Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling.Convenience sampling dilakukan dengan memilih sampel yang paling mudah untuk dimintai menjadi responden.
HASIL
Karakteristik responden dalam setting penelitian ini dijabarkan dalam kategori jenis kelamin dan usia responden. Ditinjau dari jenis kelamin responden, sebagian besar berjenis kelamin pria (52,6%) seperti terdapat pada Tabel 1.
Ditinjau dari segi umur responden, dari 331 data kuesioner yang terkumpul didominasi oleh kelompok usia 20 dan 21 tahun. Perbandingan jumlah responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 2.
Model hubungan struktural yang diuji adalah hubungan kausalitas antara konstruk keekspresifan yang dipersepsikan, kesenangan yang dipersepsikan, kegunaan yang dipersepsikan, kemudahan penggunaan yang dipersepsikan, norma subyektif, sikap terhadap penggunaan, dan niat untuk menggunakan. Ada beberapa asumsi yang harus diperhatikan sebelum melakukan pengujian dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM).
Total jumlah responden dalam penelitian ini adalah 325 responden. Ukuran sampel pada penelitian tersebut telah dinilai telah memenuhi kriteria ukuran sampel minimal bagi penelitian yang menggunakan alat statistik Structural Equation Modeling (SEM) dengan prosedur Maximum Likelihood Estimation (MLE), yaitu 150 sampai 400 (Hair, et al., 2006: 741).
Pengukuran goodness of fit dilakukan untuk mengukur sejauh mana model dapat memprediksi matriks kovarian atau korelasi yang diobservasi. Suatu model yang melaporkan nilai 2 dan degree of freedom, CFI, dan RMSEA akan cukup memberikan informasi untuk mengevaluasi suatu model (Hair, et al., 2006:752). Penilaian terhadap nilai cutoff juga harus didasarkan pada karakteristik model.Model yang sederhana dan sampel yang kecil seharusnya mendapat evaluasi yang ketat daripada model yang kompleks dan sampel yang besar.Namun demikian, Mueller dalam
Tabel 1 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber: Data mentah diolah, 2009
Sumber: Data mentah diolah, 2009
Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Keterangan Jumlah Persentase Pria 174 52.6% Wanita 157 47.4% Total 331 100% Keterangan Jumlah Persentase 19 60 18.1% 20 105 31.7% 21 118 35.6% 22 44 13.3% 23 4 1.2% Total 331 100%
47
Purwanto (2008) menyatakan bahwa penilaian model fit dapat juga didasarkan pada Normed Chi-square (CMIN/DF), Goodness of Fit Index (GFI), Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI), Root Mean Square Residual (RMR), dan Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA). Tabel 3 menunjukkan analisis goodness of fit model struktural dengan berdasarkan nilai cutoff yang diberikan dalam beberapa literatur.
Tabel 3 menunjukkan bahwa secara umum model struktural tidak sepenuhnya fit sebagai model penelitian. Beberapa indikator menunjukkan nilai dibawah yang direkomendasikan. Tidak fit-nya model penelitian diduga karena homogenitas data dalam penelitian, sehingga menjadikan model penelitian tidak fit. Seperti diketahui, bahwa sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa dengan rentang usia 19–23 tahun dan berada di kota yang sama. Mahasiswa pada rentang usia tersebut diduga memiliki pola sikap dan perilaku yang relatif mirip. Kemiripan tersebut menjadikan jawaban responden tidak begitu bervariasi.
Hipotesis yang menggambarkan pengaruh suatu konstruk terhadap konstruk lainnya diukur dengan melihat apakah regression weight estimate yang menghubungkan kedua konstruk dengan taraf signifikan 0.05, memiliki nilai critical ratio (CR) > 1.96 (Byrne, 2001:76). Selain itu juga harus dilihat apakah arah hubungannya sesuai dengan apa yang dihipotesiskan. Tabel 4 menunjukkan hasil analisis regression weights pada penelitian ini.Berdasarkan Tabel 4 ditemukan hubungan kausalitas antar konstruk yang diuji.Semua hubungan kausalitas menunjukkan pengaruh positif dan signifikan, kecuali hubungan antara sikap terhadap penggunaan (A) dan niat untuk menggunakan (ITU).
PEMBAHASAN
Pengujian hipotesis pertama dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas keekspresifan yang dipersepsikan (PEx) dengan niat untuk menggunakan (ITU) pada penelitian.Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa hipotesis 1 (H1) pada penelitian ini diterima pada tingkat signifikansi 5%, artinya keekspresifan yang dipersepsikan berpengaruh secara positif pada niat untuk menggunakan mini laptop.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil temuan Nysveen, et al. (2005a) yang menyatakan bahwa niat seseorang untuk menggunakan layanan mobile chat dipengaruhi oleh persepsi keekspresifan dari layanan tersebut.Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa niat seseorang untuk menggunakan produk, khususnya produk dengan teknologi dipengaruhi oleh aspek ekspresif suatu produk tersebut. Semakin ekspresif suatu produk dipersepsikan oleh konsumen semakin tinggi pula niat konsumen untuk menggunakannya.Mittal (1994) menyatakan bahwa semua produk selain memiliki fungsi utilitarin juga memiliki aspek ekspresif. Keekspresifan mengindikasikan seberapa baik suatu produk mengekspresikan nilai-nilai diluar kegunaan instrumentalnya (Mittal, 1994).
Pengujian hipotesis 2 dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas kesenangan yang diperTabel
3. Hasil Goodness of Fit Model Struktural
Sumber: Data mentah diolah, 2009No Indeks Nilai yang direkomendasikan Hasil 1 χ2 Nilai p signifikan dapat diterima χ2 = 862.368 (df = 362, p = 0.000) 2 CMIN/DF < 3 2.382 3 GFI > 0.90 0.848 4 AGFI > 0.90 0.817 6 RMSEA < 0.07 0.065 7 CFI > 0.92 0.938 8 TLI > 0.92 0.930
Handri Dian Wahyudi, Analisis Sikap dan Niat Menggunakan Mini Laptop
JURNAL EKONOMI BISNIS, TH. 16, NO. 1, MARET 2011
48
sepsikan (PEn) dengan niat untuk menggunakan (ITU). Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa hipotesis 2 (H2) pada penelitian ini diterima pada tingkat signifikansi 5%, artinya kesenangan yang dipersepsikan berpengaruh secara positif pada niat untuk menggunakan mini laptop.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Nysveen, et al. (2005a) yang menunjukkan bahwa kesenangan yang dipersepsikan berpengaruh secara positif pada niat untuk menggunakan layanan mobile chat, baik itu pada pria maupun wanita. Jadi, semakin menyenangkan menggunakan suatu produk, khususnya produk dengan teknologi maka semakin tinggi pula niat untuk menggunakannya.
Kesenangan yang dipersepsikan telah menjadi sesuatu yang menarik dalam riset sistem informasi, ketika peneliti mulai mengakui bahwa suatu sistem informasi yang menyenangkan sama pentingnya dengan bagaimana suatu sistem informasi dapat dipakai dan bermanfaat (Blythe, et al., dalam Lingyun dan Dong, 2008). Kesenangan di rumah dalam konteks waktu senggang sama pentingnya dengan efisiensi dan produktivitas dalam konteks kerja. Pengaruh dari persepsi kesenangan pada niat pemakai mengadopsi teknologi secara empiris telah diuji dalam aplikasi penggunaan komputer secara umum, penggunaan internet, instant messaging tools, media pembelajaran yang berbasis internet, dan belanja online (Lingyun dan Dong, 2008). Studi mengenai sistem informasi di luar tempat kerja, seperti internet, belanja online, dan video games, menyarankan lebih pentingnya peranan dari kesenangan yang dipersepsikan (Lingyun dan Dong, 2008).
Pengujian hipotesis 3a dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas kegunaan yang dipersepsikan (PU) dengan sikap terhadap penggunaan (A). Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa hipotesis 3a (H3a) pada penelitian ini diterima pada tingkat signifikansi 5%.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nysveen, et al. (2005a) yang menunjukkan bahwa kegunaan yang dipersepsikan berpengaruh secara positif pada sikap terhadap penggunaan layanan mobile chat, baik pada pria maupun wanita.Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi persepsi kegunaan pada mini laptop maka semakin positif pula sikap terhadap penggunaan mini laptop. Penelitian Chau dan Hu (2001) yang membandingkan TAM, TPB, dan TPB yang didekomposisi juga menunjukkan hasil bahwa kegunaan yang dipersepsikan berpengaruh secara positif pada sikap terhadap penggunaan teknologi telemedicine, hal ini menunjukkan bahwa para pemakai akan cenderung memiliki sikap positif jika mereka percaya bahwa penggunaan suatu teknologi akan meningkatkan produktivitas dan kinerja mereka.
Pengujian hipotesis 3b dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas kegunaan yang dipersepsikan (PU) dengan niat untuk menggunakan (ITU). Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa hipotesis 3b (H3b) pada penelitian ini diterima pada tingkat signifikansi 5%.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nysveen, et al. (2005a) yang menyatakan bahwa kegTabel
4 Hasil Regression Weights Analysis
Sumber: Data mentah diolah, 2009
*** = p < 0.001; ns = tidak signifikan; sig = signifikan
Hipotesis Hubungan Standardized Regression Weights Critical Ratio p Keterangan H1 PEx → ITU 0.172 2.868 0.004 Sig H2 Pen → ITU 0.191 3.323 *** Sig H3a PU → A 0.182 2.695 0.007 Sig H3b PU → ITU 0.169 2.961 0.003 Sig H4a PEU → A 0.284 4.182 *** Sig H4b PEU → ITU 0.196 2.749 0.006 Sig H4c PEU → PU 0.535 9.082 *** Sig H5 SN → ITU 0.150 2.644 0.008 Sig H6 A → ITU 0.077 1.544 0.123 Ns
49
unaan yang dipersepsikan berpengaruh secara positif pada niat untuk menggunakan layanan mobile chat.Penelitian Fagan, et al. (2008) juga menunjukkan pengaruh yang positif antara kegunaan yang dipersepsikan dengan niat untuk menggunakan komputer pada para manajer tingkat pertama di perusahaan tingkat menengah.
Pengujian hipotesis 4a dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas kemudahan penggunaan yang dipersepsikan (PEU) dengan sikap terhadap penggunaan (A).Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa hipotesis 4a (H4a) pada penelitian ini diterima pada tingkat signifikansi 5%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemudahan penggunaan yang dipersepsikan memiliki pengaruh positif pada sikap terhadap penggunaan mini laptop, jadi semakin tinggi persepsi seseorang mengenai kemudahan menggunakan mini laptop, semakin baik pula sikap seseorang terhadap penggunaan mini laptop, begitu pula sebaliknya semakin rendah persepsi seseorang mengenai kemudahan menggunakan mini laptop maka sikap seseorang terhadap penggunaan mini laptop juga akan rendah. Hasil ini konsisten dengan penelitian Nysveen, et al. (2005b) yang menunjukkan bahwa kemudahan penggunaan yang dipersepsikan berpengaruh secara positif pada sikap terhadap penggunaan layanan mobile. Hasil penelitian Wixom dan Todd (2005) yang meneliti 465 pemakai software data warehousing juga menunjukkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan software data warehousing memiliki pengaruh positif terhadap sikap terhadap penggunaan software tersebut.
Pengujian hipotesis 4b dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas kemudahan penggunaan yang dipersepsikan (PEU) dengan niat untuk menggunakan (ITU). Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa hipotesis 4b (H4b) pada penelitian ini diterima pada tingkat signifikansi 5%.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin mudah digunakan persepsi seseorang mengenai mini laptop, semakin tinggi pula niat seseorang untuk menggunakannya. Hasil ini sesuai dengan penelitian Nysveen, et al. (2005a,b) yang meneliti tentang layanan mobile, kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh secara positif pada niat untuk menggunakan layanan mobile tersebut. Penelitian Lee, et al. (2006) mengenai pengadopsian sistem reservasi yang terkomputerisasi dalam industri travel menunjukkan bahwa kemudahan penggunaan yang dipersepsikan berpengaruh secara positif pada niat untuk menggunakan sistem tersebut.
Pengujian hipotesis 4c dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas kemudahan penggunaan yang dipersepsikan (PEU) dengan kegunaan yang dipersepsikan (PU). Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa hipotesis 4c (H4c) pada penelitian ini diterima pada tingkat signifikansi 5%.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi persepsi seseorang mengenai kemudahan menggunakan mini laptop maka semakin tinggi pula persepsi seseorang mengenai kegunaan mini laptop. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Nysveen, et al. (2005a,b) yang menunjukkan bahwa ketika persepsi seseorang mengenai kemudahan menggunakan layanan mobile tinggi maka semain tinggi pula persepsi seseorang mengenai kegunaan layanan tersebut. Pengaruh kemudahan penggunaan yang dipersepsikan terhadap kegunaan yang dipersepsikan juga dijelaskan oleh Davis, et al. (1989), bahwa semakin mudah sebuah sistem untuk diinteraksi, maka semakin sedikit usaha yang dikeluarkan untuk mengoperasikan sistem ini dan sisa usaha tersebut dapat dialokasikan untuk kegiatan yang lain. Oleh karena itu, kemudahan penggunaan yang dipersepsikan dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap niat untuk menggunakan.
Pengujian hipotesis 5 dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas norma subyektif (SN) dengan niat untuk menggunakan (ITU). Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa hipotesis 5 (H5) pada penelitian ini diterima pada tingkat signifikansi 5%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa niat seseorang untuk menggunakan mini laptop juga dipengaruhi oleh opini-opini orang lain disekeliling orang tersebut. Referensi orang lain akan menjadi pertimbangan untuk menggunakan mini laptop. Venkatesh dan Davis (2000) menyatakan bahwa dasar pemikiran mengenai hubungan antara norma subyektif dan niat adalah bahwa individu-individu mungkin memilih untuk melakukan suatu perilaku, meskipun mereka tidak begitu menyukai perilaku atau konsekuensi dari perilaku tersebut, jika mereka percaya satu atau lebih orang yang menurutnya pentHandri
Dian Wahyudi, Analisis Sikap dan Niat Menggunakan Mini Laptop
JURNAL EKONOMI BISNIS, TH. 16, NO. 1, MARET 2011
50
ing berpikir mereka perlu melakukan perilaku tersebut, dan mereka cukup termotivasi untuk mematuhi orang-orang yang menjadi rujukannya.
Pengujian hipotesis 6 dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas sikap terhadap penggunaan (A) dengan niat untuk menggunakan (ITU). Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa hipotesis 6 (H6) pada penelitian ini tidak terdukung pada tingkat signifikansi 5%.
Hasil temuan ini menunjukkan bahwa niat seseorang untuk menggunakan mini laptop tidak dipengaruhi oleh sikap terhadap penggunaan mini laptop.Sikap positif terhadap suatu produk tidaklah menjadikan seseorang berniat untuk menggunakannya, demikian pula sebaliknya bahwa sikap negatif seseorang tidak menjadikan seseorang untuk tidak menggunakan suatu produk. Hal ini dapat terjadi karena mahasiswa yang menjadi responden dalam penelitian ini meskipun mereka mempunyai sikap positif atau negatif terhadap mini laptop, tetapi jika akses terhadap penggunaan itu dirasa sulit, maka hal tersebut tidak akan berpengaruh pada niat mereka. Akses yang sulit dapat terjadi karena mahasiswa dalam hal ini masih belum memiliki dana sendiri untuk membelinya, dapat juga karena tidak adanya fasilitas dari kampus.Sun dalam Schneberger, et al. (2008) menemukan bahwa sikap bukanlah prediktor yang reliabel dari perilaku untuk menggunakan.Taylor dan Todd (1995) menemukan bahwa sikap bukanlah faktor penentu yang signifikan dari niat perilaku, walaupun hubungan antara sikap dan niat perilaku lebih signifikan untuk para pemakai (user) yang berpengalaman. Ong dan Lai dalam Yuanquan, et al. (2008) menyatakan bahwa seseorang bisa saja menerima suatu teknologi karena memiliki niat perilaku yang tinggi, meskipun ia tidak memiliki sikap positif terhadap penggunaannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan yang bisa diambil. Pertama, Hasil pengujian terhadap keekspresifan yang dipersepsikan menunjukkan bahwa keekspresifan berpengaruh pada niat untuk menggunakan mini laptop. Hal ini menunjukkan bahwa faktor keekspresifan suatu produk yang mampu mencerminkan identity seseorang masih menjadi pertimbangan. Semakin suatu produk mampu mencerminkan identity seseorang semakin positif niatnya untuk menggunakan.Kedua, Pengujian terhadap kesenangan yang dipersepsikan juga menunjukkan hubungan yang positif dengan niat untuk menggunakan. Persepsi menyenangkan dari menggunakan mini laptop akan meningkatkan niat untuk menggunakannya. Sebaliknya, persepsi yang tidak menyenangkan dari menggunakan mini laptop akan menurunkan niat seseorang untuk menggunakannya. Ketiga, Kegunaan yang dipersepsikan juga memiliki peranan penting terhadap sikap dan niat seseorang untuk menggunakan mini laptop. Ketika persepsi kegunaan dari suatu produk rendah maka sikap dan niatterhadap penggunaan produk tersebut juga akan rendah. Tetapi ketika persepsi manfaat mengenai suatu produk itu tinggi, sikap dan niat seseorang untuk mau menggunakannya juga akan tinggi.Keempat, Kemudahan penggunaan yang dipersepsikan juga merupakan prediktor yang kuat atas sikap, niat untuk menggunakan dan kegunaan yang dipersepsikan, bahkan memiliki nilai estimasi yang paling tinggi di antara konstruk-konstruk lainnya. Hal ini menunjukkan faktor kemudahan penggunaan merupakan faktor yang dominan dalam model ini. Persepsi bahwa suatu produk itu mudah digunakan akan memberikan dampak positif pada suatu produk. Kelima, Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa norma subyektif merupakan prediktor yang signifikan terhadap niat untuk menggunakan mini laptop. Pengaruh dari orang-orang disekeliling calon pengguna masih menjadi faktor yang mempengaruhi niat mereka untuk menggunakan. Pendapat dan pandangan orang-orang di sekitar calon pengguna menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan untuk melakukan suatu perilaku. Keenam, Pengujian terhadap sikap terhadap penggunaan mini laptop menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dengan niat untuk menggunakan mini laptop. Hal ini menunjukkan bahwa sikap positif tidak menjadi jaminan bahwa akan memiliki niat untuk menggunakan suatu teknologi, begitu pula sebaliknya.
51
Saran
Adapun saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah untuk penelitian berikutnya disarankan menggunakan model penelitian yang sama untuk mengukur penerimaan dan adopsi produk teknologi selain mini laptop, seperti produk teknologi yang berbasis layanan, misalnya teknologi berbasis 3,5G (video call, mobile internet, dll), serta memperluas sampel penelitian, tidak hanya pada mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi tetapi pada lingkungan pengguna yang lebih luas, misalnya pelaku bisnis dan kalangan profesional. Sedangkan cakupan pengukuran dapat dikembangkan dengan mengukur penggunaan sesungguhnya (aktual), sehingga ada komparasi antara persepsi responden yang subyektif dengan parameter yang obyektifdan mengembangkan variabel pengukuran terhadap konstruk-konstruk yang ada yang mungkin telah berkembang dalam riset penerimaan teknologi, khususnya faktor keekspresifan yang dipersepsikan yang relatif baru dalam model penerimaan teknologi.
DAFTAR RUJUKAN
Chau, P., and Hu, P. 2001. Information Technology Acceptance by Individual Professionals: A Model of Comparison Approach. Decision Sciences, Vol 32. pp 699–719.
Cooper, D., and Schindler, P.S. 2006. Business Research Methods, 9th Edition. New York: McGraw-Hill/Irwin.
Dabholkar, P.A., and Bagozzi, R.P. 2002. An Attitudinal Model of Technology-Based Self-Service: Moderating Effects of Consumer Traits and Situational Factors. Journal of the Academy of Marketing Science. Vol. 30, No. 3, pp. 184–201.
Davis, F.D., Bagozzi, R.P., and Warshaw, P.R. 1989. User Acceptance of Computer Technology: A Comparison of Two Theoretical Models. Management Science.Vol. 35.No. 8. pp. 982–1003.
Davis, F.D., Bagozzi, R.P., and Warshaw, P.R. 1992. Extrinsic and Intrinsic Motivation to Use Computer in the Workplace.Journal of Applied Social Psychology. Vol. 22, No. 14, pp. 1111–1132.
Fagan, M.H., Neill, S., and Wooldridge, B.R. 2008. Exploring the Intention to Use Computers: An Empirical Investigation of the Role of Intrinsic Motivation, Extrinsic Motivation, and Perceived Ease of Use.The Journal of Computer Information Systems.Vol. 48.No. 3. pp. 31–37.
Hair, J.F., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E., and Tatham, R.L. 2006.Multivariate Data Analysis, 6th Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Kompas, 16 Oktober 2008. Kecil dan Mungil untuk Banyak Fungsi. Halaman 37.
Kwon, S.K., and Chidambaram, L. 2000. A Test of Technology Acceptance Model: The Case of Cellular Telephone Adoption. Proceeding of the 33rd HICSS. pp. 1–10.
Lingyun, Q., and Dong, L. 2008.Applying TAM in B2C E-Commerce Research: An Extended Model.Tsinghua Science and Technology. Vol 13, No. 3, pp. 265–272.
Lu, J., Yu, C.S., Liu, C., and Yao, J.E. 2003. Technology acceptance model for wireless Internet.Internet Research: Electronic Networking Applications and Policy. Vol 13, pp 206–222.
Mittal, B. 1994. A Study of the Concept of Affective Choice Mode for Consumer Decisions. Advances in Consumer Research.Vol. 21. pp. 256–63
Nysveen, H., Pedersen, P.E., and Thorbjornsen, H. 2005a. Explaining Intention to Use Mobile Chat Services: Moderating Effects of Gender. Journal of Consumer Marketing. Vol 22, No 5, pp. 247–256.
Nysveen, H., Pedersen, P.E., and Thorbjornsen, H. 2005b. Intention to Use Mobile Service: Antecedents and Cross-Service Comparisons. Journal of the Academy of Marketing Science. Vol. 33, No. 3, pp. 330–346.
Schneberger, S., Amoroso, D.L., and Durfee, A. 2008. Factors that Influence the Performance of Computer-Based Assessments: An Extension of the Technology Acceptance Model. Journal of Computer Information Systems. Winter 2007–
Handri Dian Wahyudi, Analisis Sikap dan Niat Menggunakan Mini Laptop
JURNAL EKONOMI BISNIS, TH. 16, NO. 1, MARET 2011
52
2008, pp 74–90
Shin, D.H. 2007. User Acceptance of Mobile Internet: Implication for Convergence Technologies. Interacting with Computers. Vol. 19, pp. 472–483.
Taylor, S., and Todd, P. 1995. Understanding Information Technology Usage: A Test of Competing Models. Information Systems Research.Vol 6. pp 144–176.
Venkatesh, V., and Davis, F.D. 2000. A Theoretical Extension of the Technology Acceptance Model: Four Longitudinal Field Studies. Management Science. Vol 46, No 2, pp. 186–204.
Wang, C.C., Lo, S.K., and Fang, W. 2008.Extending the technology acceptance model to mobile telecommunication innovation: The existence of network externalities.Journal of Consumer Behaviour. Vol. 7,Issue 2. pp. 101–110.
Wixom, B.H., and Todd, P.A. 2005. A Theoretical Integration of User Satisfaction and Technology Acceptance.Information Systems Research. Vol. 16, No. 1, pp. 85–102.

Kamis, 20 Oktober 2011

jurnal


JURNAL
MENINGKATKAN KEMAMPUAN DAN KECEPATAN BELAJAR
DALAM KONSEP "ACCELERATED LEARNING"
Oleh : Drs. H. Hamruni, M.Si


Banyak guru cenderung untuk mengajarkan cara mereka telah diajarkan, dan model berbicara kapur tulis adalah apa yang kita semua dibesarkan di. Di luar itu, ada asumsi default yang siswa tidak memerlukan aktivitas tinggi dan kecepatan faid untuk belajar efektif. Karena pikiran yang dikembangkan mampu refleksi, mengambil perspektif, dan berpikir abstrak, beberapa guru mengasumsikan bahwa banyak siswa yang benar-benar belajar karena mereka duduk mendengarkan pelajaran. Keyakinan ini biasanya cukup kuat untuk bertahan bahkan ketika guru kecewa dengan berapa banyak yang ditahan dan betapa sedikit diterapkan. Mungkin hal yang lebih baik di masa lalu, tetapi para siswa saat ini adalah produk dari dunia MTV pemandangan serta suara, gerakan serta meditasi. Selain itu, ada keragaman yang jauh lebih besar hari ini beragam siswa tidak hanya dalam jenis kelamin, ras, dan etnis, tetapi juga dalam gaya mereka belajar. Accelerated Learning dibutuhkan tidak hanya untuk menambah gairah tetapi juga untuk menunjukkan rasa hormat terhadap perbedaan individu dan kecerdasan ganda. Pendidik harus menyadari bahwa peserta didik datang dalam gaya yang berbeda. Beberapa siswa belajar terbaik dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka suka hati-hati diurutkan presentasi informasi. Mereka lebih memilih untuk menuliskan apa yang seorang guru mengatakan kepada mereka. Kontras ini pelajar visual dengan pelajar auditori, yang seringkali tidak repot-repot melihat apa guru tidak, atau untuk membuat catatan. Mereka mengandalkan kemampuan mereka untuk mendengar dan mengingat. Kinestetik belajar peserta didik terutama dengan keterlibatan langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsif, dengan sedikit kesabaran. Pendekatan mereka untuk belajar dapat muncul sembarangan dan acak. Pendidik juga telah melihat perubahan dalam gaya siswa mereka 'belajar. Siswa tumbuh dalam dunia di mana hal-hal terjadi dengan cepat dan di mana banyak pilihan disajikan. Suara datang dalam cerdas "gigitan," dan warna yang cerah dan menarik. Benda, baik yang nyata dan virtual, bergerak cepat. Kesempatan untuk mengubah sesuatu dari satu keadaan ke keadaan lain di mana-mana.






I.   Pendahuluan
        Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka saat ini memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa depannya yang lebih baik. Keadaan ini juga memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi alam yang kompetitif, sehingga diyakini hanya manusia dengan kualitas unggul sajalah yang akan mampu survive.
        Sejalan dengan itu, dalam bidang pendidikan, paradigma belajar sepanjang hayat semakin mengemuka dan menjadi penting; diyakini tanpa belajar manusia akan tertinggal. Ketika dunia berubah sangat cepat, adalah penting untuk mengikuti laju perubahan dunia yang demikian. Hal ini berarti kecepatan perubahan laju dunia menuntut kemampuan belajar yang lebih cepat. Kompleksitas dunia yang terus meningkat juga menuntut kemampuan yang setara untuk menganalisis setiap situasi secara logis, sehingga mampu memecahkan masalah secara kreatif.  Untuk menguasai perubahan yang berlangsung cepat dibutuhkan pula cara belajar cepat, dan kemampuan menyerap serta memahami informasi baru dengan cepat pula. Konsep belajar dan pembelajaran nampaknya harus pula berubah. Pada saat laju perubahan ibarat prahara yang selalu menantang, pengajaran dan cara belajar tradisional sulit dipertahankan. Orientasi pendidikan tidak lagi hanya tertuju pada upaya mengembang-kan kemampuan berpikir, tetapi lebih dari itu, juga mencetak manusia yang mampu berbuat dan selalu berusaha meningkatkan kualitas kehidupannnya.
        Meskipun kesadaran tentang pentingnya perubahan dalam orientasi belajar ini sudah makin meluas, tetapi harus dipahami pula bahwa aktivitas belajar setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Kadang-kadang aktivitas itu dapat berjalan dengan lancar, dan kadang-kadang seret. Ketika belajar, seseorang ter-kadang juga mengalami situasi yang disebut "jenuh belajar". Kejenuhan belajar dapat melanda siapapun yang kehilangan semangat dan motivasi belajar. Di sinilah peran penting seorang pendidik, khususnya dalam proses belajar mengajar di kelas. Tugas utama pendidik adalah menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif bagi tumbuhnya partisi-pasi, komunikasi, interaksi belajar mengajar yang menyenangkan dan mencerdaskan.
        Keberhasilan pendidikan formal banyak ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar, yakni keterpaduan antara kegiatan pendidik (guru/dosen) dengan kegiatan peserta didik. Kegiatan belajar-mengajar tidak dapat terlepas dari keseluruhan sistem pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan pembelajaran ini banyak upaya yang dapat dilakukan guru (dosen), misalnya dengan meningkatkan  pengetahuan  dan  pemahaman  mereka tentang berbagai strategi (metode) pembelajaran, sehingga kegiatan belajar-mengajar lebih efektif dan efisien.
        Kehadiran dosen (guru) dalam proses pembelajaran masih tetap memegang peranan penting. Peranan mereka belum dapat digantikan sepenuhnya oleh mesin, tape recorder atau oleh komputer yang paling canggih sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain, yang diharapkan merupakan hasil dari proses pembelajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan unsur manusia dibandingkan hasil produk teknologi tersebut.  Colin Rose menyatakan bahwa guru adalah anggota suatu masyarakat yang paling berharga. Nilai tertinggi diberikan pada guru yang lebih suka membimbing daripada menggurui anak didiknya, dan pada guru yang mampu merancang pengalaman-pengalaman yang mendorong pemikiran kreatif dengan berbagai masalah yang relevan untuk dipecahkan.  Dalam belajar ada pembelajar yang cepat mencerna bahan, ada yang sedang, dan ada yang lamban. Ketiga tipe belajar ini menghendaki agar setiap guru mampu mengatur strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya dan kemampuan belajar mereka.
        Saat ini muncul satu konsep belajar yang menawarkan cara belajar yang lebih cepat, yang dikenal dengan konsep "Accelerated Learning". Teknik belajar baru ini diharapkan bisa membantu anak didik belajar lebih cepat dari sebelumnya. Teknik yang ditawarkan ini telah diuji dalam berbagai penelitian dan eksperimen pembelajaran oleh para ilmuwan dan pakar psikologi. Cara belajar dalam “Accelerated Learning“ merupakan sebuah tawaran baru yang sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut, sebagai masukan terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia dewasa ini dan untuk masa yang akan datang, khususnya bagi pendidikan Islam.
II.  Prinsip-Prinsip Belajar Cepat
        Percepatan  belajar  adalah  sebuah  konsep  pembelajaran  yang  berupaya   untuk
mengoptimalkan proses internal dalam diri peserta didik ketika sedang belajar, sehingga terjadi perolehan, pengorganisasian dan pengungkapan pengetahuan baru. Upaya percepatan belajar yang dikenal dengan konsep Accelerated Learning dalam penerapannya didasarkan pada prinsip-prinsip berikut.
1.    Belajar Bagaimana Belajar (Learning How to Learn) dan Belajar Bagaimana Berpikir (Learning How to Think). Lembaga pendidikan modern adalah suatu lembaga yang  seharusnya terus menerus belajar, terus menerus berubah karena hasil belajar  dari  pengalaman atau dari pemikiran-pemikiran inovatif dalam mengantisipasi perubahan yang datang.  Prioritas utama bagi sebuah lembaga pendidikan pada masa yang berubah sangat cepat seperti sekarang ini adalah mengajarkan kepada anak didik bagaimana cara belajar dan bagaimana cara berpikir.  Belajar Bagaimana Belajar menjadi begitu penting, karena ketika seseorang mempelajari cara belajar, kepercayaan dan keyakinan dirinya akan meningkat. Ketika seseorang mempelajari cara belajar, maka orang  tersebut tidak hanya bisa menghadapi teknologi baru dan perubahan, akan tetapi juga dapat menyambut baik kedatangannya. Belajar Bagaimana Belajar berarti mempelajari cara otak bekerja, cara memori bekerja, cara menyimpan informasi, mengambilnya, menghubungkannya dengan konsep lain, dan mencari pengetahuan baru dengan cepat kapanpun memerlukannya.  Selain itu, belajar bagaimana berpikir secara logis dan kreatif adalah satu hal yang sangat penting jika ingin dapat memecahkan masalah sosial dan personal secara efektif.  Dalam ajaran Islam, terdapat banyak ayat-ayat Al-Qur’an atau sabda-sabda Nabi saw  yang secara implisit mengandung motivasi yang mendorong manusia untuk berpikir dan menyelidiki alam kehidupannya sendiri dan lingkungan alam sekitarnya. Misalnya, firman Allah Surat Ali 'Imran 190 – 191 :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ   (190)   الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ  (191)

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka".
2.    Belajar harus menyenangkan dan membangun rasa percaya diri. Menjadikan proses belajar menjadi sesuatu yang menyenangkan adalah sangat penting. Karena belajar yang menyenangkan merupakan kunci utama bagi individu untuk memaksimalkan hasil yang akan diperoleh dalam proses belajar. Dalam bukunya Quantum Learning, Bobbi De Porter dan Mike Hernacki mengangkat hal tersebut sebagai falsafah dasar yang harus dikembangkan dalam kurikulum. Agar bisa efektif, belajar dapat dan harus menyenangkan. Belajar adalah kegiatan seumur hidup yang dapat dilakukan dengan menyenangkan dan berhasil.  Senada dengan falsafah yang diangkat oleh Bobbi DePorter dan Mike Hernacki dalam Quantum Learning, maka dalam khasanah pendidikan Islam juga ditemukan pemikiran yang serupa. Prof. Dr. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, misalnya, memandang sangat penting membuat proses pendidikan menjadi suatu proses pendidikan yang menggembirakan dan menciptakan kesan baik pada diri pelajar.  Tidak jauh berbeda dengan falsafah yang diangkat dalam Quantum Learning serta pendapat Syaibany tersebut, maka Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl juga mengangkat hal ini sebagai salah satu filosofi Accelerated Learning. Syarat bagi pembelajaran yang efektif adalah dengan menghadirkan lingkungan “seperti masa kanak-kanak”, yang mendukung dan menggembirakan (“bermain”). Pandangan ini dipromosikan oleh seorang ahli psikologi terkenal, Mihaly C., yang selama lebih dari 20 tahun mengkaji apa yang disebut “aliran”, yaitu keadaan konsentrasi yang menghantarkan pada pengalaman yang optimal, suatu kesadaran yang demikian terfokus, sehingga pelakunya terserap penuh dalam suatu kegiatan. Ini terjadi ketika seseorang menikmati perasaan yang sangat nyaman tanpa keterpaksaan dan menjalankan kegiatan dengan puncak kemampuannya.  Apabila proses belajar mengembirakan, maka motivasi akan tinggi. Itulah sebabnya mengapa peran lingkungan sangat penting dan mengapa para guru harus memperlihatkan antusiasme mereka kepada anak didik.
Untuk mencapai tujuan belajar dengan mudah, maka lingkungan kelas harus ditata sedemikian rupa menjadi lingkungan yang kondusif, yang dapat mempengaruhi siswa secara positif dalam belajar. Lingkungan belajar yang kondusif dapat menumbuhkan motivasi anak dalam belajar, penyajian bahan pelajaran dapat disuguhkan dengan penuh makna serta memberi kesan tersendiri kepada siswa.
3.    Pengetahuan harus disampaikan dengan pendekatan multi-sensori dan multi-model dengan menggunakan berbagai bentuk kecerdasan. Dalam proses belajar mengajar di kelas, guru berhadapan dengan siswa yang berbeda-beda jenis kecerdasannya. Ada sebagian siswa yang membutuhkan penggambaran visual dan fisik dari konsep-konsep yang diajarkan. Sebagian lagi lebih suka kerja otak yang abstrak, sebagian lainnya memerlukan gagasan-gagasan yang diungkapkan secara verbal. Selain itu, ada pula yang lebih suka jika diberi jawaban-jawaban secara langsung. Dengan demikian, guru harus siap melibatkan berbagai berbagai jenis kecerdasan yang dibawa oleh siswa ke dalam kelas. Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl membagi gaya belajar menjadi tiga, yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Cara yang efektif dalam belajar yaitu menggunakan sebanyak mungkin kecerdasan secara praktis. Dengan cara inilah seseorang akan mengalami dan menghayati apa yang tengah dipelajari secara utuh. Guru tidak perlu khawatir untuk mengidentifikasi gaya belajar yang disukai setiap siswa. Namun demikian, guru harus mampu merancang berbagai  macam  aktivitas  yang  mengga-bungkan sebanyak mungkin jenis kecerdasan.  Dengan memasukkan kecerdasan berganda ke dalam isi dan rancangan pembelajaran, maka guru telah membantu siswa secara otomatis mendapatkan lebih banyak makna dan rangsangan otak dalam proses belajarnya, sekaligus memberinya lebih banyak variasi dan kesenangan, serta mengembangkan dan memperkuat kecerdasan mereka.  
4.    Orang tua khususnya dan masyarakat umumnya harus terlibat sepenuhnya dalam pendidikan anak-anak. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Sekolah hanyalah membantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak dalam keluarga. Peralihan bentuk pendidikan jalur luar sekolah ke jalur pendidikan sekolah (formal) memerlukan kerja sama antara orang tua dan sekolah (pendidik).  Menurut Abdullah Nasih Ulwan harus ada kerjasama antara rumah, masjid dan sekolah untuk membentuk kepribadian anak yang meliputi aspek ruhani, jasmani, akal, dan jiwanya, sehingga menjadi lebih matang. Kerjasama ini tidak akan berjalan dengan sempurna kecuali dengan adanya dua syarat pokok, yaitu: (1) pengarahan di rumah dan di sekolah hendaknya tidak bertentangan; (2) hendaknya saling membantu dan kerjasama itu bertujuan untuk menegakkan penyempurnaan dan keseimbangan dalam upaya membina pribadi yang Islami.
Colin Rose dan Malcolm J. Nichollpun juga berpendapat tentang pentingnya peranan orangtua dan masyarakat dalam pendidikan anak-anak. Orang tua harus dilibatkan secara penuh dalam pendidikan anak-anak. Orang tua adalah orang yang paling mengetahui anak-anaknya. Merekalah orang yang paling tahu riwayat hidup seorang anak dan cara khasnya mendekati dunia sekitarnya. Setiap orang tua harus membuat para guru sadar akan bakat “terpendam” yang dimiliki anak-anak mereka.  Oleh karena itu rumah menjadi lembaga pendidikan terpenting dan orang tualah yang berperan sebagai pendidik pertama dan utama.  
5. Sekolah harus menjadi ajang persiapan yang sebenarnya bagi kehidupan dunia nyata. Dilihat dari segi fungsi sosialnya, maka sekolah mempunyai beberapa fungsi yang harus diperankannya. Fungsi sekolah tersebut antara lain:
a.    Mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan
b.    Memberikan keterampilan dasar
c.    Membuka kesempatan memperbaiki nasib
d.    Sekolah menyediakan tenaga pembangunan.
Sedikit berbeda dengan fungsi sekolah menurut Nasution, dalam Accelerated Learning sekolah memegang peranan penting untuk mempersiapkan peserta didiknya dalam menghadapi kehidupan yang akan dijalani. Masa-masa sekolah harus mempersiapkan para siswa untuk tantangan-tantangan yang pasti akan mereka hadapi ketika keluar dari sekolah.  Hal ini juga dijelaskan oleh Renate Nummela Caine dan Geoffrey Caine dalam bukunya, 'Making Connections: Teaching and the Human Brain' sebagaimana dikutip oleh Gordon Dryden dan Jeannette Vos bahwa salah satu fungsi sekolah adalah menyiapkan siswa untuk menghadapi dunia nyata. Mereka perlu disadarkan tentang harapan yang mereka pikul, tantangan yang mereka hadapi, dan kemampuan yang perlu mereka kuasai.
6.  Gunakan Prinsip-prinsip Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Prinsip-prinsip manajemen mutu terpadu dalam bidang bisnis harus mengilhami dunia persekolahan. Ada beberapa prinsip kunci dari TQM yang dapat membantu menuju sistem sekolah yang sukses.
a.     Mengkonsentrasikan pada proses. Manajemen Mutu Terpadu bertujuan untuk secara berkesinambungan meningkatkan kualitas produk (dalam hal ini hasil pendidikan) dengan melibatkan setiap orang dalam meningkatkan proses yang dengannya “produk” itu diproduksi. Guru, administrator, orangtua dan siswa harus memberikan masukan dan saran pada apa yang diajarkan  dan secara langsung dilibatkan dalam bagaimana ia dipelajari. Ketika para siswa mampu menganalisis cara belajarnya sendiri (proses), maka mereka dapat bekerja sama dalam menghasilkan output pendidikan yang bermutu. Dan ketika guru memberikan kesempatan  kepada siswa untuk mengevaluasi dan meningkatkan setiap proses belajarnya sendiri di kelas, maka sesungguhnya mereka sedang menciptakan basis bagi pendidikan yang bekualitas.
b.     Kualitas ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan di sini adalah siswa dan orangtua. Pendidikan yang bekualitas akan mendorong minat siswa dan membuatnya keranjingan belajar. Ketika siswa merasakan nikmat dan senangnya belajar, maka motivasi ekstrinsik seperti nilai, hadiah dan ancaman menjadi lemah dibanding motivasi intrinsik, yakni selalu ingin meningkatkan prestasinya dari sebelumnya.
c.      Produk akan dihasilkan oleh visi awal. Siswa perlu dilibatkan dalam menetapkan norma dan aturan di dalam kelas, dan orangtua juga harus dilibatkan dalam menetapkan visi yang jelas tentang untuk apa pendidikan itu, karena dengan adanya kesepakatan tentang nilai dan visi bersama, maka setiap pihak akan mengetahui apa yang seharusnya dikerjakan tanpa harus diberi tahu.
d.     Seluruh sistem harus berubah, bukan hanya sebagian. Orang-orang yang bekerja dalam sebuah sistem tidak dapat berbuat lebih baik dari yang dimungkinkan sistem tersebut. Untuk memperoleh hasil yang diinginkan, maka haruslah mengubah sistemnya. Agar guru dapat memperoleh hasil yang diinginkan dalam menerapkan gagasan-gagasan dalam Accelerated Learning maka semua guru, pengelola sekolah, orangtua dan siswa harus bekerja sama untuk mencapai hasil yang disepakati.
III.  Konsep Cara Belajar Cepat
Konsep cara belajar cepat diawali oleh pandangan Colin Rose dan Nicholl tentang adanya beberapa hal yang menjadi karakteristik tahun-tahun terakhir yang penuh pancaroba dari millenium II yang baru lalu. Hal tersebut merupakan tantangan yang harus dijawab oleh setiap orangtua, pendidik, pelaku bisnis dan pemerintahan. Keberhasilan pada abad mendatang akan bergantung pada sejauhmana seseorang dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan yang tepat untuk menguasai kecepatan, kompleksitas, dan ketidakpastian yang saling berhubungan satu sama lain. Perubahan dunia yang begitu cepat menuntut kemampuan belajar yang lebih cepat. Kompleksitas dunia yang terus meningkat menuntut kemampuan yang sesuai untuk menganalisis setiap situasi secara  logis dan memecahkan masalah secara kreatif. Prioritas utama bagi lembaga pendidikan adalah mengajarkan kepada anak-anak bagaimana cara belajar dan bagaimana cara berpikir. Hanya dengan dua ketrampilan super inilah seseorang dapat mengatasi perubahan dan kompleksitas serta menjadi manusia yang secara ekonomi tidak bergantung dan tidak akan menganggur pada abad ini. Kedua keterampilan tersebut akan menghasilkan kemandirian dan kepercayaan diri. Kemandirian merupakan kemampuan untuk mengelola cara belajar sejak dini, untuk menguasai informasi, dan untuk mengetahui bagaimana menggunakan informasi tersebut guna menghasilkan produk-produk dan jawaban-jawaban kreatif terhadap berbagai masalah.
Semua hal tersebut berimplikasi pada kebutuhan mendesak akan keharusan melakukan suatu perubahan, baik dalam apa yang dipelajari dan bagaimana ia dipelajari. Belajar bagaimana belajar menjadi sangat penting karena ketika seseorang mempelajari cara belajar, maka kepercayaan dan keyakinan dirinya akan meningkat. Ketika seseorang mempelajari cara belajar maka akan memperoleh kemampuan dasar untuk menjadi pembelajar yang mampu mengatur diri, dan kemampuan dasar untuk meningkatkan pengembangan pribadi. Selain itu juga akan memiliki kekuatan untuk berubah dari konsumen pendidikan yang pasif menjadi pengelola pembelajaran dan kehidupan yang aktif bagi diri sendiri.
Menurut Colin dan Malcolm, belajar bukan hanya untuk mengetahui jawaban-jawaban, juga bukan sekedar untuk mengetahui penggalan dari suatu batang tubuh pengetahuan. Belajar juga tidak hanya diukur dengan indeks prestasi dan nilai ujian saja. Akan tetapi belajar adalah petualangan seumur hidup, perjalanan eksplorasi tanpa akhir untuk menciptakan pemahaman personal. Petualangan tersebut haruslah melibatkan kemampuan untuk secara terus menerus menganalisis dan meningkat cara belajar, serta kemampuan menyadari proses belajar dan berpikir diri sendiri. Belajar haruslah dimulai sedini mungkin dan terus berlangsung seumur hidupnya, serta mengimplementasikan apa yang dipelajari.
Seseorang akan menemukan bahwa belajar itu mudah dan menyenangkan ketika orang tersebut mampu menggunakan bentuk-bentuk kecerdasannya yang paling kuat. Hal tersebut disebabkan karena sebagian orang mungkin kurang mampu dalam suatu jenis kecerdasan. Akan tetapi karena gabungan dan paduan khusus keterampilan yang dimilikinya, dia mungkin mampu mengisi dengan baik beberapa kekurangannya secara baik.Tapi umumnya semakin baik seseorang mengembangkan kecerdasannya yang lain, maka akan semakin luwes orang tersebut memenuhi tantangan dalam kehidupan yang luas aspeknya.
Metode belajar dalam Accelerated Learning mengakui bahwa masing-masing individu memiliki cara belajar pribadi pilihan yang sesuai dengan karakter dirinya. Oleh karena itu, ketika seseorang belajar dengan menggunakan teknik-teknik yang sesuai dengan gaya belajar pribadinya, maka berarti ia telah belajar dengan cara yang paling alamiah bagi diri sendiri. Sebab, yang alamiah menjadi lebih mudah, dan yang lebih mudah menjadi lebih cepat, itulah alasan Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl menyebutnya cara belajar cepat.  Ketika para guru menggunakan cetak biru enam langkah yang sama, maka mereka akan menjamin bahwa pengalaman belajar adalah lengkap. Dan ketika para guru bekerja dalam urutan langkah-langkah tersebut, maka mereka akan merasakan bahwa itu menyenangkan, efektif, dan cepat.
Kecerdasan hanyalah sehimpunan kemampuan dan ketrampilan. Seseorang dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasannya dengan belajar menggunakan kemampuannya sendiri secara penuh. Strategi Cara Belajar Cepat akan memberikan “sarana usaha” untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan ini.  Dan berikut ini penulis akan memaparkan lebih jauh beberapa strategi cara belajar cepat.
IV.  Strategi Cara Belajar Cepat  
Strategi cara belajar cepat dalam Accelerated Learning merupakan paduan dari metode-metode yang dibagi menjadi enam langkah dasar yang dapat dingat dengan mudah dengan menggunakan singkatan  M – A – S – T – E – R.  Kata ini diciptakan oleh pelatih terkemuka Cara Belajar Cepat (CBC) Jayne Nicholl. Adapun pengertian dari M-A-S-T-E-R menurut Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl adalah sebagai berikut:
1.    M adalah Motivating Your Mind  (Memotivasi Pikiran)
Dalam memotivasi pikiran maka seseorang harus berada dalam keadaan pikiran yang “kaya akal”, Itu berarti harus dalam keadaan relaks, percaya diri dan termotivasi. Jika mengalami stress atau kurang percaya diri atau tidak dapat melihat manfaat dari sesuatu yang dipelajari, maka ia tidak akan bisa belajar dengan baik. Memiliki sikap yang benar terhadap belajar tentang sesuatu adalah prasyarat mutlak. Seseorang harus mempunyai keinginan untuk memperoleh keterampilan atau pengetahuan baru, harus percaya bahwa dirinya betul-betul mampu belajar, dan bahwa informasi yang didapatkan akan mempunyai dampak yang bermakna bagi kehidupannya. Jika belajar hanya dianggap sebagai tugas belaka, maka besar kemungkinannya akan mengalami kegagalan.  Maka dari itu, sebagai langkah penting pertama untuk memulai proses belajar, harus dapat menemukan AGB (Apa Gunanya Bagiku). Menanyai diri sendiri, memperdebatkan informasi yang ada, menanyai diri sendiri dengan pertanyan seperti “Apakah ini benar? Apakah ini dapat dimengerti?” adalah bagian-bagian yang esensial dari proses belajar, karena pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat menjaga fokus perhatian.
2.    A adalah Aquiring The Information (Memperoleh Informasi)
Dalam belajar seseorang perlu mengambil, memperoleh dan menyerap fakta-fakta dasar subyek palajarran yang dipelajari melalui cara yang paling sesuai dengan pembelajaran inderawi yang disukai. Walaupun ada sejumlah strategi belajar yang harus diimplementasikan oleh setiap orang. Tetapi juga ada perbedaan pokok sejauh mana seseorang perlu melihat, mendengar, atau melibatkan diri secara fisik dalam proses belajar. Dengan mengidentifikasi kekuatan visual, auditori dan kinestetik, maka seseorang askan dapat memainkan berbagai strategi yang menjadikan pemerolehan informasi lebih mudah daripada sebelumnya.
Ada beberapa strategi yang ditawarkan Colin dan Malcolm dalam memperoleh informasi agar lebih mudah :
a.    Dapatkan gambaran yang lebih menyeluruh tentang suatu obyek yang dimaksudkan. Otak atau pikiran mampu merasakan keseluruhan dan sebagian dari suatu hal secara bersamaan. Otak secara aktif sibuk dalam “pembuatan makna”, yaitu mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya, sementara secara bersamaan memisahkan informasi ke dalam tempatnya masing-masing.  Misalnya dalam membaca sebuah buku, cobalah membuka sekilas-sekilas seluruh halamannya. Catatlah (dalam hati) tajuk-tajuk bab, sub-sub tajuk bab, dan ilustrasi. Berhentilah sejenak, kemudian baca cepat suatu bagian yang benar-benar menarik perhatian. Inilah cara efektif umtuk mulai belajar.
b.     Kembangkan gagasan inti
Setiap subyek pasti memiliki gagasan inti atau gagasan pokok. Dengan memahami gagasan inti, segala sesuatunya yang lain akan mudah dimengerti. Sekali bisa memahami gagasan pokoknya, seluruh subyeknya akan menjadi menarik.
c.     Buat sketsa dari apa yang telah diketahui
Dalam memulai proses belajar perlu membuat beberapa catatan tentang apa yang telah diketahui yang berkaitan dengan apa yang akan dipelajari.
Pertama-tama adalah mencatat apa yang telah diketahui. Barulah kemudian mencatat apa saja yang dibutuhkan untuk menemukan lebih banyak informasi yang terkait dengannya. Ini akan mendorong untuk mulai merumuskan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran, kemudian mulai mencari jawaban-jawabannya dan akhirnya akan melibatkan sepenuhnya seseorang dalam proses belajarnya.
d.     Bagi materi menjadi bagian-bagian kecil
Banyak pelajar yang gagal sebelum memulai belajar karena merasa apa yang sedang dilakukan sangar membebani. Untuk mengatasi hal ini adalah dengan memecah-mecah apa yang sedang dipelajari ke dalam bagian-bagian kecil. Dengan mendapatkan informasi bagian per bagian akan memperoleh sukses kecil yang berkesinambungan tanpa tekanan mental.
      e.    Bertanyalah terus
Dengan mempertanyakan terus apa yang belum diketahui akan membuat pikiran tetap fokus, dengan mencari dan menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang disusun akan menjaga ketertarikan terhadap subyek yang dipelajari.
f.    Kenali gaya belajar sendiri
Walaupun masing-masing peneliti menggunakan istilah yang berbeda dan menemukan berbagai cara untuk mengatasi gaya belajar seseorang, telah disepakati secara umum adanya dua kategori utama tentang bagaimana kita belajar. Pertama, bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah dan kedua, cara kita mengatur dan mengolah informasi tersebut. Gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.
Jika seseorang akrab dengan gaya belajarnya sendiri, maka dapat mengambil langkah-langkah penting untuk membantu agar belajar lebih cepat dan lebih mudah. Pada awal pengalaman belajar, salah satu di antara langkah-langkah  pertama adalah mengenali modalitas seseorang sebagai modalitas visual,   auditorial, atau kinestetik. Seperti yang telah diusulkan istilah-istilah ini, orang visual belajar dari apa yang mereka lihat, pelajar auditorial belajar melalui apa yang mereka dengar, dan pelajar kinestetik belajar lewat gerak dan sentuhan. Walaupun masing-masing dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modalitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya.
Mengidentifikasi dan memahami belajar sendiri dan gaya-gaya belajar orang lain, akan membuka pintu untuk meningkatkan kinerja dan prestasi serta memperkaya pengalaman dalam setiap aspek kehidupan. Seseorang akan mampu menyerap informasi lebih cepat dan mudah, dapat mengidentifikasi dan mengapresiasi cara yang paling disukai untuk menerima informasi, dapat berkomunikasi jauh lebih efektif dengan orang lain dan memperkuat pergaulan dengan orang lain.
3.    S adalah Searching Out the Meaning  (Menyelidiki Makna)  
Mengubah fakta ke dalam makna adalah unsur pokok dalam proses belajar. Menanamkan informasi pada memori mengharuskan seseorang untuk menyelidiki makna seutuhnya secara seksama dengan mengeksplorasi bahan subyek yang bersangkutan.  Mengubah fakta menjadi makna adalah arena di mana ke delapan kecerdasan berperan aktif. Setiap jenis kecerdasan adalah sumber daya yang bisa diterapkan ketika mengeskplorasi dan menginterpretasi fakta-fakta dari materi pelajaran. Teori Delapan Kecerdasan dikemukakan oleh Gardner, yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut :
1)    Kecerdasan Linguistik (bahasa), yaitu kemampuan membaca, menulis, dan berkomunikasi dengann kata-kata atau bahasa.
2)    Kecerdasan Logis-Matematis, adalah kemampuan berpikir (menalar) dan menghitung, berpikir logis dan sistematis.
3)    Kecerdasan Visual-Spasial, adalah kemampuan berpikir menggunakan gambar, membayangkan berbagai hal pada mata pikiran.
4)    Kecerdasan Musikal, adalah kemampuan mengubah atau menciptakan musik, dapat bernyanyi dengan baik, atau memahami dan mengapresiasi musik.
5)    Kecerdasan Kinestetik–Tubuh, adalah kemampuan menggunakan tubuh secara terampil dalam memecahkan masalah, menciptakan produk atau mengemuka-kan gagasan dan emosi.
6)    Kecerdasan Interpersonal (sosial), adalah kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan empati dan pengertian, memperhatikan motivasi dan tujuan mereka.
7)    Kecerdasan Intrapersonal, yaitu kemampuan manganalisis diri sendiri, mampu merenung dan menilai prestasi diri, serta mampu membuat rencana dan menyusun tujuan yang hendak dicapai.
8)    Kecerdasan Naturalis, yaitu kemampuan mengenal flora dan fauna, melakukan  pemilahan-pemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan ini secara produktif.
Dengan menggunakan semua jenis kecerdasan tersebut akan mendorong seseorang berpikir dalam cara baru, mampu menghidupkan informasi, menjadikannya mudah diingat, memungkinkan seseorang menginterpretasikan fakta, mengubahnya dari pengetahuan permukaan menjadi pemahaman mendalam, mengaitkan yang baru dengan yang sudah diketahui, membandingkan, menarik kesimpulan, dan menjadikan semua dapat digunakan dan bermakna bagi diri sendiri.
4.    T adalah Triggering the Memory  (Memicu Memori)
Memori menjadi bersifat menetap atau semestara, sangat tergantung pada bagaimana kekuatan informasi “didaftarkan” untuk pertama kalinya pada otak. Itulah sebabnya mengapa sangat penting untuk belajar dengan cara melibatkan indra pendengaran, penglihatan, berbicara dan bekerja, serta yang  melibatkan emosi-emosi positif.  Semua faktor tersebut membuat memori menjadi kuat.
Di samping setiap orang memiliki berbagai tipe kecerdasan yang berbeda, mereka juga memiliki daya ingat (kemampuan mengingat) yang berbeda pula. Sebagian orang sangat baik dalam mengingat nama, wajah, atau angka, namun tidak ketiga-tiganya sekaligus. Akan tetapi sebenarnya setiap jenis memori dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode pelatihan yang benar. Dan berikut ini adalah beberapa metode untuk mengingat informasi yang sederhana maupun yang kompleks agar dapat tersimpan dalam memori:
a.   Memutuskan untuk mengingat
Seseorang ingat sesuatu yang ingin dingatnya. Kata-kata kuncinya di sini adalah ingin. Seseorang harus membuat keputusan secara sadar bahwa ingin mengingat sesuatu. Jika seseorang ingin belajar sesuatu, harus memilihnya secara sadar. Harus menentukan pilihan (keputusan) untuk mengingat atau tidak mengingat. Beberapa ahli mengatakan bahwa untuk memasukkan informasi kedalam memori jangka panjang, harus memusatkan pikiran padanya selama paling tidak delapan detik.
b.     Ambillah jeda, dan sering-seringlah
Dalam mengikuti suatu sesi kerja yang lama perlu mengambil jeda atau rehat setidaknya setiap 30 menit, dan hanya butuh waktu 2 hingga 5 menit, tetapi akan menjadi istirahat yang lengkap dari apa yang tengah dipelajari. Hal ini karena seseorang akan mengingat dengan sangat baik informasi yang didengar atau dilihat pada awal dan akhir suatu sesi belajar, maka dari itu dengan mengambil beberapa kali jeda, akan mengingat lebih banyak informasi yang diberikan di tengah-tengah.
c.     “Ulangi” selama dan sesudah belajar
Pengulangan dan peninjauan kembali materi yang dipelajari merupakan tahap-tahap sangat penting dalam menciptakan memori jangka panjang. Penelitian menunjukkan bahwa seseorang akan mengingat suatu informasi lebih lama setiap kali mengulanginya. Jika ingin mengingat sesuatu yang baru, ulangilah hal itu segera, dan ulangi lagi setelah 24 jam, lalu setelah satu minggu, setelah dua minggu, satu bulan dan enam bulan. Setelah itu sesorang akan mampu mengingatnya terus jika mengulanginya setiap enam bulan.
d.  Ciptakan Memori Multi-Sensori
Setiap manusia memiliki memori terpisah atas apa yang dilihat, didengar, diucapkan, dan dikerjakan. Karena itu, pengalaman multi-sensori akan memperluas dan memperdalam potensi seseorang dalam mengingat. Maka, pastikan bahwa ada pengalaman-pengalaman visual (lihat/pandang), auditori (dengar), dan kinestetik (gerak-laku).
e. Ciptakan Akronim (Singkatan)
Akronim (singkatan) adalah kata yang dibentuk dari huruf atau huruf-huruf awal, atau masing-masing bagian dari sekelompok kata, atau istilah gabungan.  Membuat berbagai akronim akan membuat lebih banyak memori menjadi menetap.
f.     Kilatan Memori
Cara mengingat dengan teknik kilatan memori sangat efektif dan sederhana. Pada kenyatannya ketika cara itu digunakan di kelas, kebanyakan siswa memilihnya sebagai satu strategi yang paling baik untuk mengingat. Berikut ini cara yang dimaksud :
1)     Buat catatan dalam bentuk peta konsep atau daftar ringkas
2)     Pelajari dengan seksama selama satu atau dua menit
3)     Kesampingkan catatan itu, lalu buat lagi peta konsep berdasarkan ingatan.
4)     Kini bandingkan kedua peta konsep, akan segera terlihat ada yang terlewat.
5)     Sekarang buatlah peta konsep yang ketiga, kemudian bandingkan dengan yang pertama. Suatu gagasan yang bahkan lebih baik adalah mengikat bersama kekuatan kilatan memori dengan sebuah akronim.
g.    Kartu Belajar
Beberapa subyek cukup ideal bagi kartu-kartu belajar, misalnya rumus-rumus ilmiah  atau  kata-kata asing.   Gunakan kartu-kartu itu pada waktu santai untuk  mengulang dan menguji diri sendiri.
h.    Belajar Secara Menyeluruh
Dalam mempalajari bahan yang banyak jangan melakukannya baris demi baris, pelajarilah secara menyeluruh sebagai satu kesatuan. Metode ini lebih efektif daripada metode “dari bagian ke keseluruhan” karena metode ini dimulai dari gambaran besar, pola yang menyeluruh, dan itu bersifat multi sensori.
i.    Ubahlah Ke Dalam Bentuk Cerita
Seseorang bisa menambahkan dimensi lain dengan membuat sebuah cerita untuk membantu mengingat butir-butir kunci.
j.    Iringi Dengan Musik
Dalam dunia pendidikan, pengaruh musik terhadap peningkatan kemampuan akademik sudah cukup lama diyakini, selain dapat berpengaruh positif terhadap kualitas kehidupan anak-anak, juga dapat merangsang keberhasilan akademik jangka panjang. Musik sebagai bentuk seni, diintegrasikan penyajiannya dalam bidang studi lain di sekolah dapat meningkatkan hasil belajar bidang studi itu selain hasil belajar musik sendiri.  Musik dan ritme membuat seseorang lebih mudah mengingat. Hal ini disebabkan karena musik sebenarnya berhubungan dan mempengaruhi kondisi fisiologis seseorang. Selama melakukan pekerjaan mental yang berat, tekanan darah dan denyut jantung cenderung meningkat. Gelombang otak meningkat, dan otot-otot menjadi tegang. Selama relaksasi dan meditasi, denyut jantung dan tekanan darah menurun, dan otot-otot mengendur. Biasanya akan sulit berkonsentrasi ketika benar-benar relaks, dan sulit untuk relaks ketika berkonsentrasi penuh.  Jadi relaksasi yang diiringi dengan musik membuat pikiran selalu siap dan mampu berkonsentrasi.
5.     E adalah Exhibiting What You Know  (Memamerkan Apa Yang Anda Ketahui)
Untuk mengetahui bahwa seseorang telah paham dengan apa yang dipelajarinya bisa dilakukan dengan beberapa teknik. Pertama, dengan menguji diri sendiri. Buktikan bahwa dia memang betul-betul telah mengetahui suatu subyek dengan pengetahuan yang mendalam, bukan hanya luarnya saja. Menguji diri harus menjadi penjabaran otomatis dan langsung atas kemampuan yang dimiliki. Ketika seseorang menjadikan uji diri sebagai bagian otomatis dari teknik belajar maka seseorang akan menjadi “lebih mampu melihat fakta” atas kesalahan yang mungkin dilakukan. Seseorang akan mulai mengerti bahwa kesalahan mempunyai peran cukup berarti dalam belajar. Kesalahan adalah umpan balik yang bermanfaat, kesalahan adalah batu loncatan, bukan penghalang. Yang harus dipikirkan adalah bukan seberapa banyak kesalahan yang dibuat, tetapi apa jenis kesalahan yang dilakukan. Kesalahan hanyalah terminal-terminal sementara di jalan menuju sukses. Evaluasi dari teman sebaya dan guru merupakan bagian penting dalam mencapai puncak pembelajaran, tetapi yang paling penting adalah evaluasi mandiri. Evaluasi mandiri merupakan metode berpikir yang tinggi, karena membutuhkan kemampuan refleksi, analisis, sintesis, dan menilai.  Kedua, mempraktikkan apa yang dipelajari kepada teman atau sahabat. Jika seseorang bisa mengajarkan apa yang diketahuinya kepada orang lain, maka hal ini menunjukkan bahwa dia telah paham, dan pengetahuan itu tidak hanya diketahuinya, tapi juga dimilikinya. Ketiga, menggunakan apa yang telah dipelajari secara bebas dan berjarak dari lingkungan belajar. Karena itulah mengapa langkah “pamerkan apa yang diketahui” sangat penting. Menggunakan apa yang telah dipelajari dalam cara yang berbeda, meningkatkan, serta mengembangkannya adalah penguasaan yang sebenarnya. Keempat, mencari dukungan dari orang lain, baik itu orang tua, atau teman belajar. Melalui cara ini akan didapatkan umpan balik langsung tentang ketepatan dan keefektifan cara belajar yang digunakan serta cara menpresentasikannya. Selain itu juga akan mendapat sudut pandang yang berbeda atas subyek yang dipelajari.
6.     R adalah Reflecting How You’ve Learned (Merefleksikan Bagaimana Anda Belajar)
Seseorang perlu merefleksikan pengalaman belajarnya, bukan hanya pada apa yang telah dipelajari, tetapi juga pada bagaimana mempelajarinya. Dalam langkah ini seseorang meneliti dan menguji cara belajarnya sendiri. Kemudian menyimpulkan teknik-teknik dan ide-ide yang terbaik untuk diri sendiri. Secara bertahap, seseorang akan dapat mengembangkan suatu pendekatan cara belajar yang paling sesuai dengan kemampuan dirinya. Langkah terakhir dalam rencana belajar ini adalah berhenti, kemudian merenungkan dan menanyakan pertanyaan ini pada diri sendiri: Bagaimana pembelajaran berlangsung? Bagaimana pembelajaran dapat berjalan lebih baik? Dan apa makna pentingnya bagi saya?
Mengkaji dan merenungkan kembali pengalaman belajar dapat membantu mengubah karang penghalang yang keras menjadi batu pijakan untuk melompat ke depan. Sekali bisa mempelajari kombinasi personal kecerdasan dan cara belajar yang disukai, maka potensi belajar akan terbuka lebar-lebar. Pemantuan diri, evaluasi diri dan introspeksi terus-menerus adalah karakteristik kunci yang harus dimiliki pembelajar yang punya motivasi diri.
V.  Penutup
Konsep belajar cepat adalah suatu pendekatan dalam dunia pendidikan modern yang menawarkan alternatif baru dalam proses pembelajaran. Diharapkan, proses belajar yang selama ini merupakan kegiatan yang membebani siswa (mahasiswa) dapat menjadi kegiatan yang menyenangkan dan efektif. Konsep ini adalah sebuah konsep belajar yang dilatarbelakangi oleh kecepatan perubahan dunia yang menuntut adanya upaya untuk mengantisipasi perubahan tersebut. Upaya itu adalah dengan terus menerus meningkatkan kemampuan belajar personal dan menguasai dua ketrampilan utama yang diyakini sebagai ketrampilan super pada dekade ini, yakni belajar bagaimana belajar dan belajar bagaimana berpikir. Untuk menguasai dua ketrampilan ini, metode belajar yang dikembangkan dalam accelerated learning lebih ditekankan pada kecenderungan masing-masing individu terhadap gaya belajar pribadinya. Dengan cara inilah seseorang akan dapat belajar dengan menggunakan cara yang paling alamiah, dan yang alamiah itu akan menjadikan proses belajar menjadi mudah, sedangkan belajar yang mudah akan menjadikan belajar menjadi lebih cepat.
Implikasi accelerated learning terhadap proses belajar mengajar di kelas meliputi tiga konsep dasar, yaitu konsep belajar mengajar, strategi pembelajaran, dan cara belajar siswa. Konsep belajar mengajar dalam accelerated learning  menuntut adanya interaksi antara guru dan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar di kelas. Harus ada prakarsa dari guru terlebih dahulu untuk selanjutnya mendapat respon dari siswa. Jadi, antara konsep belajar dan konsep mengajar harus berjalan beriringan. Dalam strategi pembelajaran guru dituntut mampu merancang strategi-strategi yang dapat menjadikan proses belajar berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam cara belajarnya, siswa diminta mengaplikasikan metode belajar 6 langkah M-A-S-T-E-R pada setiap kegiatan belajar mengajar.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang 1979)
Departemen Agama RI., Al-Quran dan Terjemahnya, (Mekkah: Komplek Percetakan Al-Quran Al-Karim Raja Fahd, 1997), hal. 109 – 110.
De Porter, Bobbi,  dkk, Quantum Teaching Mempraktikkan Quantum Learning Di Ruang-Ruang Kelas, (Bandung: Kaifa, 2000)
De Porter, Bobbi dan Hernacki, Hernacki, Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa, 1999)
Djamarah, Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta:Rineka Cipta, 1997)
Dryden, Gordon dan Vos, Jeannette, Revolusi Cara Belajar The Learning Revolution, terj. Word Translation Service, (Bandung: Kaifa, 2000)
Mas'ud, Abdurrachman, dkk., Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001).
Meier, Dave, The Accelerated Learning Hand Book, (Bandung: Kaifa, 2002).
Nasution, S,  Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)
Pekerti, Widia,  Jaurnal  Pendidikan dan Kebudayan, No. 002, tahun ke 5, Maret 2000
Rose, Colin dan J. Nicholl, Malcolm , Accelerated Learning For The 21 ST Century Cara Belajar Cepat Abad XXI, ( Bandung: Nuansa, 2002)
Rusyan, Tabrani, dkk, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Balai Pustaka,1998)
Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung:Sinar Baru Algensindo, 2000)
Tilaar, H. A. R, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, (Magelang: Indonesia Tera, 1999)
Ulwan, Abdullah Nasih, Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar, terj. Khalilullah Ahmas, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992)
Usman, Moh. Uzer, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mrngajar,  (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993).